Kuliner Khas Cilegon

Blog ini berisi makanan-makanan tradisional khas Kota Cilegon Banten

  • Home
  • Download
  • Social
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Contact Us


                       

Gipang, si manis renyah khas Banten bergaya tempoe doeloe sangat cocok untuk dihidangkan di Hari Raya Idul Fitri.

Warisan kelezatan khas Banten ini bertekstur lengket, rasanya manis dan renyah selain cocok untuk hari lebaran cocok juga untuk dijadikan cemilan sehari-hari.

Makanan khas Banten tempo doeloe ini meskipun jadul tetap diminati menjelang Hari Raya Idul Fitri, rasanya yang manis dan renyah sangat disukai oleh semua kalangan mulai dari orangtua sampai anak-anak.

Si manis renyah gipang ini juga merupakan cemilan khas Banten yang bisa dijadikan oleh-oleh untuk wisatawan yang datang berwisata ke Banten. Gipang, si manis renyah ini juga dikenal sebagai wafernya wong Banten.

Namun sayang, makanan ringan ini sekarang mulai langka, karena kalah populer dengan jajanan kekinian yang tampil dengan desain menarik dan menggoda.

                        Images : Freepik

 Cc : unknown

 

Ada satu jenis masakan yang hanya bisa kita temui di Provinsi Banten. Cita rasanya begitu gurih karena selain berbahan dasar daging atau jeroan kambing, juga diperkaya oleh campuran rempah seperti biji pala, lada, kayu manis, jahe, dan lengkuas. Tidak itu saja, cita rasanya semakin terasa dengan adanya bumbu utama yaitu bawang merah, bawang putih, cabai, gula merah, atau kecap manis.

Sepintas, masakan ini mirip dengan tengkleng namun memberikan aroma yang kuat seperti hidangan khas Timur Tengah. Masakan ini dikenal sebagai rabeg oleh masyarakat Banten dan mudah dijumpai di kedai-kedai makan di Kota Serang dan Cilegon.  Jika kita tidak suka daging kambing karena bau khasnya, maka bisa diganti dengan daging sapi meski tak sedikit pula dari masyarakat di Serang yang mencampurkan kedua jenis daging itu dalam semangkuk.

Sebelum diolah menjadi sebuah masakan, daging harus dipotong kecil-kecil kemudian direbus agar bagian lemak pada daging bisa terangkat dan daging menjadi lebih empuk. Setelah itu, daging rebus tadi diangkat dan ditiriskan. Kemudian pada tahap berikutnya, daging rebus tersebut dimasukkan ke dalam tumisan bumbu rempah yang sudah dihaluskan. Jangan lupa untuk menuangkan sedikit air kaldu rebusannya ke dalam tumisan dan biarkan hingga air rebusan mengental dan menyatu dengan potongan-potongan daging. Supaya bau prengus khas daging kambing hilang, kita bisa menambahkan daun salam dan bunga lawang ke dalam masakan untuk menimbulkan sensasi harum.

 

Sejarah Panjang

Tak banyak yang tahu bahwa masakan ini memiliki sejarah panjang. Lewat buku Jejak Kuliner Arab di Pulau Jawa, dua penulis dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia, yakni Gagas Ulung dan Deerona, mengisahkan mengenai masakan rabeg yang menjadi salah satu bagian tulisan di buku terbitan 2014 itu.

Menurut mereka, rabeg sendiri tak akan pernah hadir di Banten sekiranya Sultan Maulana Hasanuddin tak berkelana ke tanah Arab untuk menunaikan ibadah haji. Sultan Maulana adalah putra sulung dari Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon. Dia merupakan penguasa Kesultanan Banten bergelar Pangeran Sabakinking yang memerintah antara 1552 hingga 1570.

Setelah berlayar selama beberapa waktu dari Banten menuju Arab Saudi, maka ia dan rombongan tiba di pelabuhan Kota Rabigh yang terletak di tepi Laut Merah. Rabigh sendiri adalah sebuah kota kuno yang sebelumnya bernama Al Juhfah dan saat ini masuk dalam wilayah Jedah, Provinsi Mekah, Arab Saudi.

Pada awal abad ke-17, sebuah tsunami besar menghancurkan kota tersebut. Namun beberapa waktu setelah kejadian itu, Al Juhfah dibangun kembali dan justru menjelma menjadi sebuah kota yang sangat indah. Sultan Maulana Hasanuddin begitu mengagumi keindahan Rabigh dan kerap menghabiskan waktu berkeliling kota.

Saat menikmati suasana kota, Sultan Maulana Hasanuddin sempat mencicipi satu masakan berbahan dasar olahan daging kambing dan menyukai kuliner tersebut. Usai melaksanakan ibadah haji dan pulang ke Banten, Sultan Maulana Hasanuddin tak bisa lupa dengan kenangan akan kota di tepi Laut Merah tadi, terutama kelezatan masakan olahan daging kambingnya. Agar kerinduan akan Rabigh itu terobati, ia pun meminta juru masak istana membuatkan masakan seperti yang dia cicipi di Rabigh. Meski tidak sama persis, masakan karya juru masaknya tetap disukai Sultan.

Sejak saat itu kuliner ala Rabigh itu menjadi hidangan wajib di Istana Kesultanan Banten. Masakan itu pun dinamai rabigh dan seiring berjalannya waktu resep rabigh pun menyebar hingga ke seluruh Banten. Masyarakat ikut menyukai masakan favorit sultan mereka dan kata rabigh pun berubah menjadi rabeg sampai hari ini.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten Eneng Nurcahyati mengatakan bahwa rabeg sudah menjadi sajian yang melegenda di Banten. Karena bukan hanya terkait kelezatannya, tetapi juga nilai historisnya yang tak bisa dilepaskan dari Banten.

CC : Indonesia.go.id



Image : kemenkeu.go.id





Satai biasanya identik dengan olahan makanan berbahan dasar daging ayam atau kambing yang dipotong kecil lalu ditusuk bertumpuk. Namun ternyata makanan yang disebut satai bukan hanya terbuat dari ayam atau kambing saja. Siapa sangka jika ikan bandeng juga bisa dibuat menjadi satai. Seperti satai bandeng atau sate bandeng khas Banten.

Sate bandeng merupakan makanan khas yang berasal dari Banten, tepatnya dari Serang. Seperti olahan satai pada umumnya, sate bandeng juga menggunakan tusukan bambu sebagai ciri khasnya. Ciri khas lain dari olahan makanan ini adalah daging bandeng yang ditusukkan ke bambu berbentuk utuh seperti ikan bandeng namun isi ikan bandengnya tidak bertulang. Selain itu, cita rasa gurih dan kaya rempah juga menjadi keunikan sekaligus keunggulan makanan daerah ini.

Sate bandeng bisa menjadi solusi bagi siapa saja yang menggemari bandeng namun tak mau repot dengan durinya yang banyak dan halus. Seperti kisah awal mula ditemukannya menu sate bandeng pada masa Kesultanan Banten. Kisah ini terjadi pada masa Sultan Maulana Hasanuddin kisaran tahun 1552-1570 M.

Dahulu, Sang Sultan sedang ingin memakan bandeng kesukaannya bersama para tamu dan petinggi kesultanan Banten. Juru masak kala itu merasa bingung lantaran bandeng merupakan ikan yang banyak durinya. Ia berpikir jika bandeng diolah seperti biasa tentu akan membuat susah Sultan maupun tamu kerajaan yang hadir.

Akhirnya juru masak yang tidak diketahui identitasnya itu pun mendapat ide untuk mengeluarkan tulang dan duri ikan bandeng tanpa merusak kulitnya. Setelah itu, daging bandeng dihaluskan bersama rempah-rempah dan bumbu pilihan. Daging yang telah diolah dimasukkan kembali ke kulit dan kepala ikan bandeng agar tetap menyerupai wujud aslinya. Terakhir, olahan bandeng tersebut ditusukkan ke bambu lalu dibakar.

Sultan dan para petinggi kerajaan tentu sangat suka dengan olahan bandeng menjadi sate bandeng. Sehingga sejak saat itulah sate bandeng menjadi makanan favorit keluarga Kerajaan Banten. Bahkan saat itu sate bandeng merupakan makanan mewah yang hanya bisa dinikmati oleh para sultan dan keluarganya saja.

Kini, sate bandeng semakin berkembang dan bisa dinikmati oleh siapa saja. Meski cukup sulit dalam membuat sate bandeng, namun cita rasanya yang nikmat membuat orang-orang rela bersusah payah membuatnya. (kholi/red)

 

                                                    Image : Carica.id



Mendengar kata emping melinjo mungkin sudah familiar bagi sebagian orang. Rasanya begitu khas, apapun campuran rasanya tak akan menghilangkan rasa pahit yang eksotis. Emping melinjo berasal dari biji buah melinjo yang hanya berukuran 1 centimeter. Siapa sangka, keripik biji buah kerdil ini mampu menembus pasar ekspor. Uni Emirat Arab, Denmark, hingga Malaysia kedapatan doyan dengan keripik pahit ini.

Memang jika tidak diberi bumbu, rasa otentik emping melinjo gurih renyah berpadu pahit yang memanjakan lidah. Untuk menyamarkan rasa pahit khasnya, emping melinjo dipadu dengan bumbu beraneka rasa. Jika dipadu dengan bumbu yang lezat, emping melinjo bakal menjadi camilan idaman. Namun tidak diperkenankan mengonsumsinya berlebihan. 

Di Kampung Gempol Wetan, Purwakarta, Cilegon, Banten, semua warganya berkecimpung dalam usaha makanan ringan emping melinjo. Maka tak salah jika kampung ini kerap disebut sebagai kampung emping melinjo. Cc : ard

                                                     Images : Kompas.com

 





Karakteristik budaya masyarakat Cilegon tidak terlepas dari sejarah Kesultanan Banten sebagai pusat penyebaran Agama Islam dan indentik dengan buday ke-Islaman-nya. Budaya yang bernafaskan ke-Islam-an ini sangat mewarnai kehidupan keseharian adat istiadat yang sampai sekarang hidup di kalangan masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut : Kota Cilegon berada dengan kesultanan Banten, bekas-bekas kebesarnya berupa bangunan kuno di beberapa tempat seperti Istana Surosowan, Kaibon, Banteng Spelwijk dan peninggalan sejarah lainnya seperti situs-situs yang tersebar diberbagai tempat. Jarak antara Kota Cilegon dengan Kasultanan Banten sekitar 15 Km.

Kota Cilegon mencerminkan seni budaya tradisional yang memiliki kekhasan dan nilai budaya tradisional yang tinggi. Salah satu warisan Kesultanan Banten di bidang kesenian yang masih dilaksanakan masyarakat adalah seni Debus dan Terbang Gede. Disamping itu masih ada pertunjukan seni yang tidak kalah menariknya seperti Seni Beluk, Ubrug, Patingtung dan Gecle. 


                                                    Images : Pemkot Cilegon


Cilegon merupakan wilayah bekas Kewadenaan (Wilayah kerja pembantu Bupati KDH Serang Wilayah Cilegon), yang meliputi 3 (tiga) Kecamatan yaitu Cilegon, Bojonegara dan Pulomerak.

Berdasarkan Pasal 27 Ayat (4) UU No 5 tahun 1974 tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah, Cilegon kiranya sudah memenuhi persyaratan untuk dibentuk menjadi Kota Administratif. Melalui surat Bupati KDH Serang No. 86/Sek/Bapp/VII/84 tentang usulan pembentukan administratif Cilegon dan atas pertimbangan yang obyektif maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1986, tentang pembentukan Kota Administratif Cilegon dengan luas wilayah 17.550 Ha yang meliputi 3 (tiga) wilayah Kecamatan meliputi Pulomerak, Ciwandan, Cilegon dan 1 Perwakilan kecamatan Cilegon di Cibeber ,sedangkan kecamatan Bojonegara masuk Wilayah kerja pembantu Bupati KDH Serang Wilayah Kramatwatu.

Berdasarkan PP No. 3 Tahun 1992 tertanggal 7 Februari 1992 tentang Penetapan Perwakilan Kecamatan Cibeber, Kota Administratif Cilegon bertambah menjadi 4 (empat) Kecamatan yaitu Pulomerak, Ciwandan, Cilegon dan Cibeber.

Dalam perkembangannya Kota Administratif Cilegon telah memperlihatkan kemajuan yang pesat di berbagai bidang baik bidang Fisik, Sosial maupun Ekonomi.

Hal ini tidak saja memberikan dampak berupa kebutuhan peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, tetapi juga memberikan gambaran mengenai perlunya dukungan kemampuan dan potensi wilayah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Dengan ditetapkannya dan disahkannya UU No. 15 tahun 1999 tanggal 27 April 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, status Kota Administratif Cilegon berubah menjadi Kotamadya Cilegon, dengan duet kepemimpinan Drs. H. Tb. Rifai Halir sebagai Pejabat Walikota Cilegon dan H. Zidan Rivai sebagai Ketua DPRD Cilegon.

KEADAAN PENDUDUK

Jumlah penduduk Kota Cilegon 374.559 . Jumlah ini akibat peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 penduduk kota Cilegon adalah sebanyak 320.253 jiwa, meningkat sebesar 8,5% pada tahun 2008 menjadi 346.059 jiwa kemudian pada tahun 2009 meningkat sebesar 10,92% menjadi sebanyak 383.854 jiwa. Artinya, Kota Cilegon mengalami peningkatan penduduk yang cukup signifikan.

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Cilegon melalui bidang pencatatan sipil memberi pelayanan Akta kelahiran kepada penduduk yang tidak mampu tidak dikenakan denda bagi keterlambatan pelaporan pencatatan kelahiran.

Sejalan dengan semakin meningkatnya dinamika dan tuntutan masyarakat serta perubahan lingkungan strategis menuntut adanya peningkatan kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat, maka pemerintah kota Cilegon bersama DPRD Kota Cilegon menetapkan peraturan daerah nomor 15 tahun 2002 tentang pembentukan 4 kecamatan baru, sehingga kota Cilegon yang semula terbagi 4 kecamatan kini menjadi 8 kecamatan, yaitu : Kecamatan Cilegon, Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Cibeber,Kecamatan Grogol, Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jombang dan Kecamatan Citangkil. Dengan wilayah 8 kecamatan tersebut kota cilegon memiliki 43 kelurahan.

Pemerintah Kota Cilegon telah mencanangkan peningkatan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin. Program kesehatan ini telah diakui secara nasional, bahkan pada tahun 2004 Pemkot Cilegon mendapatkan penghargaan sebagai salah satu kabupaten/kota yang melaksanakan penjaminan kesehatan penduduk miskin bersama 13 kab/kota se-Indonesia.


                                                    Images : BP Guide


Beranda

ABOUT ME

I could look back at my life and get a good story out of it. It's a picture of somebody trying to figure things out.

POPULAR POSTS

  • SATE BANDENG
  • SEJARAH TERBENTUKNYA KOTA CILEGON

Advertisement

Follow us on Facebook

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

About Me


I could look back at my life and get a good story out of it. It's a picture of somebody trying to figure things out. Great things in business are never done by one person. They’re done by a team of people.

Popular Posts

  • SATE BANDENG
  • SEJARAH TERBENTUKNYA KOTA CILEGON

Advertisement

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates